Nying : Jadi bagaimana kalau kita menjemput mimpi
malam ini, Dear?
Me : Sila duluan
mbakyu.
Perhentian saya masih jauh tampaknya. Lagi saya masih takut bermimpi buruk lagi :)
Nying : Bukankah pagi teramat bosan dengan
hadirnya wajah sendu yang lebih dari awal
di ufuk embun ini?
Aaah, andai saja aku mampu mengukir mimpi tentang
ketenangan malam ini, aku berjanji, malam yang akan bosan menjemputku terlalu
awal.
Me : Pagi sudah tak peduli lagi pada wajah sendu. Dia hanya
peduli dengan sinarnya yang menyilaukan langit. Membuat buta. Dan
sekonyong-konyong menciptakan rasa panas yang membuat tidak nyaman.
Nying : Bukaaan.. bukan itu. Hanya saja pagi
sedang sibuk merangkai pelangi untuk senja yang tepat.
Good night.
Me : Haaa.. sudahlah. Tak seharusnya saya membenci pagi dan
mentarinya yang tak pernah ingkar janji.
Malamlah yang seharusnya saya benci dengan segala
keheningannya yang merajam diri.
Selamat malam. Esok pagi kan seperti hari ini. Menyisakan duri,
menyisakan perih, menyisakan sunyi.
((Pada suatu malam yang sama randomnya dengan percakapan di atas. Via Whatsapp bersama seorang sahabat yang tingkat kenormalannya berada di bawah si empunya blog *emaap* ))