Orang kampung di sini dalam artian yang sebenarnya lho ya. Bukan kampung yang berarti kampungan yang maksudnya nggak gaul atau nggak update dengan perkembangan zaman. Orang kampung yang akan gw bahas di sini maksudnya adalah orang yang tinggal di kampung, melakukan kegiatan seperti halnya kegiatan yang biasa dilakukan orang-orang kampung sehari-hari. Well, ini cerita tentang masa kecil gw, yang (Alhamdulillah) pernah merasakan menjadi orang kampung minimal setahun sekali. Pengalaman yang nggak mungkin bakal terulang, cuma bisa gw kenang.
Pengalaman ini terjadi sekitar tahun 90-an, waktu gw masih SD, masih imut, manis, lugu, penuh gairah, tapi tetep… item (-_-) hiks. Hampir tiap tahun saat libur Lebaran, gw selalu mengunjungi mbah putri dan kakung gw di kampung. Kurang lebih sebulan gw di sana , soalnya, dulu libur Lebaran untuk anak sekolah bisa sebulan lamanya. Mantap deh. Dan biasanya, gw berangkat seminggu setelah puasa, bareng sama kakak dan tante gw. That was totally a very long holiday.
Sebagai seorang anak SD yang masih imut, manis, lugu, penuh gairah, tapi tetep… item, gw memanfaatkan waktu sebaik-baiknya, dan menjelma menjadi bocah kampung. Layaknya orang kota yang nggak pernah ketemu sawah, kali bersih dengan bebatuan segede bagong, jalanan bersih yang teramat sepi, gw menjadi amat sangat kimpring sekali. Hal-hal yang terlihat biasa oleh penduduk setempat, menjadi istimewa buat gw. Dan menjadi semakin istimewa saat mengingatnya belakangan ini.
Pernah nggak, kalian, para penduduk kota mengalami hal-hal yang dulu gw alami? Gw hampir yakin, jawaban “pernah” akan jarang keluar. Mengingat beberapa teman gw ada yang nggak pernah berjalan kaki di pematang sawah, atau bermain di kali dengan air yang jernih, sampai usianya menginjak 20-an. Kasihan… *halah*
Kalau, mencari ikan dan yuyu (sejenis kepiting kecil hitam) dengan sebuah seser di kali kecil, jernih dan berbatu. Pernah?
Memetik kangkung di rawa dan kemudian memberikannya kepada nenek yang akan segera memasakannya untuk kamu. Pernah? Belum lagi mengikuti nenek ke kebun untuk membantu memetik hasil panen cabai, rambutan, jeruk, dsb.
Bagaimana dengan menemani nenek mengantar padi ketempat penggilingan padi dengan sepeda kumbang? Pernah juga?
Atau mungkin sekedar menikmati pagi yang dingin, di depan kompor yang masih menggunakan kayu bakar, sambil menikmati tempe goreng yang baru saja diangkat dari wajan? Kalo kalian pernah merasakannya, beruntunglah kalian. Apakah gw terkesan pamer? Biarin deh. Hehehe.
Dan weekend kemarin, gw dan keluarga menyempatkan diri untuk pulang ke kampung. Ziarah ke makam mbah putri dan kakung, sebelum puasa. Entah kapan lagi bisa ke sana. Yang jelas, saat sampai di sana, rasanya sedih banget. Rasanya, kunjungan yang kemarin itu adalah kunjungan terakhir, itu berarti, gw nggak akan lagi liat rumah yang udah nyimpan begitu banyak kenangan masa kecil.