Saturday, February 16, 2013

You never learn, do you?

I do.
But don't forget, people always say "follow your heart", not "follow your brain".
So, don't blame me :')

Tuesday, February 05, 2013

Review: Always, Laila <Andi Eriawan>

Always, Laila oleh Andi Eriawan.

Entah mengapa novel ini sampai sekarang masih menjadi novel romance favorit saya. Saya suka alur ceritanya, saya suka teknik penulisannya, saya suka tokoh-tokohnya, saya suka keseluruhan isi dari novel ini.

Saya membelinya di festival buku di Lampung tanggal 9 Desember 2006 seharga Rp 16.800 (harga aslinya Rp 28.000 dengan tambahan diskon 40%). Murah, makanya saya beli. Dan setelah selesai membacanya, saya sedikit bingung kenapa novel sebagus ini hanya dibandrol dengan harga segitu. Murah sekali.

Tokoh utama dalam novel ini adalah Laila dan Phrameswara, dan ini adalah cerita sejak mereka pertama bertemu di bangku SMA, kuliah, lulus, sampai akhirnya merencanakan untuk menikah. Dengan alur maju mundur dan terselip puisi-puisi manis dari Pram yang ditujukan untuk Laila, membuat saya tak melepasnya sebelum halaman terakhir saya baca.

Kisah cinta yang manis juga tragis. Sad beginning - Sad ending. Beberapa orang yang saya rekomendasikan buku ini kurang menyukai endingnya. Sebaliknya dengan saya, yang sangat menyukainya. Karena pada akhirnya, kedua tokoh utama dapat berdamai dengan hatinya masing-masing. Ikhlas dan dapat tersenyum lagi. Dan puisi penutup yang ditulis Pram, membuat saya semakin jatuh hati kepada tokoh ini. Bunyinya seperti ini:

Gemuruh di hatiku mereda sendirinya
langit menjadi lebih cerah
dan udara tak lagi menyesakkan dada
Mungkin karena telah kutemukan
definisi lain dari cinta
Makna tak lagi berasal dari pertemuan
dan rasa rindu membuatku bahagia

Sunday, February 03, 2013

Dinding dan sesuatu bernama Hati

Ia terkejut, ketika pada akhirnya menyadari bahwa dindingnya telah selesai dibangun.
Dinding yang pernah runtuh itu, kini berdiri kokoh lagi.
Jauh lebih tinggi.
Jauh lebih kuat.
Jauh lebih tebal.
Kesadaran yang muncul saat seorang asing datang melewati sisi-sisinya.
Sayang sekali, apa yang bersembunyi di dalamnya tak sekokoh dindingnya.
Rapuh.
Terlalu lelah dipermainkan kecewa.
Terlalu muak dengan waktu.
Terlalu marah dipecundangi mimpi.
Lalu ia terdiam. Kehilangan kemampuan mengubur apa yang telah mati: impian. Lalu ia terdiam.

(03.02.13)