Sudah Juli ya?
Iya. Ahh, tidak terasa sudah memasuki bulan keempat sejak
dia memintaku untuk berhenti berharap padanya.
Sudah sembuhkah?
Belum.
Kenapa belum?
Entahlah. Ya, entahlah. Kenapa belum juga sembuh. Tak pernah
paham.
Sedalam itukah?
Ya, sedalam itu. Kenapa? Mau menyebutku bodoh lagi?
Ya, bodoh kamu.
Hei, berhenti menyebutku bodoh. Aku kan hanya mengikuti apa kata hatiku saja.
Membiarkan perasaanku mengalir apa adanya. Jangan ditahan, biarkan ia tumbuh.
Kira-kira seperti itulah yang dia ajarkan dulu.
Tetap saja, kamu bodoh. Dia sudah tidak peduli lagi padamu, kamu sadar
itu?
Lantas kenapa? Biarlah. Itu haknya. Aku sudah tahu apa saja
resikonya saat memutuskan untuk mencintainya dengan tulus.
Mau sampai kapan, Bodoh?
Itu…aku tidak tahu. Bisa jadi ini tak ada ujungnya. Ahh,
bisa berhenti bicara sebentar saja? Aku pusing mendengar ocehanmu.
Aku cuma mau membantu. Membantu membuatmu sadar dan membuka matamu,
Bodoh!
Bisa diam tidak?! Berisik!
** kemudian aku berlari mencari sebuah gembok besar. Kukunci
dia, si Logika itu **
0 comments:
Post a Comment